Category Archives: Solusi

Pak Dhe ngeblog !:-) [13]

Ide Menulis Masih Macet Juga

Ini cerita pak Dhe ketika ikut pelatihan blog. Tanpa ada angin tanpa ada hujan tahu-tahu pak Dhe harus ikut pelatihan blog bersama Ajiz, ponakan tersayangnya.

Keinginan yang kuat dari Ajiz untuk belajar ngeblog membuat pak Dhe harus menemaninya, karena orang tua Ajiz masih berhalangan untuk menemani dan peserta pelatihan blog tidak boleh ditemani oleh orang tuanya, artinya pak Dhe harus mendaftar juga sebagai peserta pelatihan blog.

Sampailah acara pelatihan pada acara tanya jawab, dan inilah salah satu rangakaian pertanyaan yang membuat peserta pelatihan tergelak-gelak mendengarnya.

“Saran mas Ismail sudah dilaksanakan, tapi kenapa masih juga gak bisa menulis blog mas?”, kata Aini, salah satu peserta pelatihan blog.

Mas Ismail, sang instruktur, dengan tenang menjawab pertanyaan Aini.

“Coba apa saja yang telah dilaksanakan mbak …Eee… Aini ya?”, Ismail menyebut nama Aini setelah melihat name tag di dada Aini.

5W satu H. What, Where, Why, When, Who dan How. Semua sudah tak coba uraikan tapi tetep macet juga mas”, jawab Aini lugu. Peserta lain sudah mulai senyum-senyum, mungkin merasa senasib.

“Terus apa lagi yang mbak lakukan?”

Aku juga sudah mencoba memotret obyek-obyek yang kuanggap bisa membuat aku punya ide menulis. Setiap obyek foto yang kubuat sudah kuberi nama sesuai kejadiannya, agar memudahkan aku mengingat kapan foto itu diambil dan dalam rangka apa….”, Aini berhenti sebentar dan memperhatikan raut muka teman-teman sepelatihan yang melihat dirinya dengan penuh senyum.

“Terus ….”

“Kemudian kupandangi foto itu satu demi satu di komputerku, tapi ide menulis tidak juga muncul. Aku malah kepikiran yang lain-lain…”

“Ooo… kepikiran apa itu mbak?”

“Ya misalnya saat melihat foto anjingku, aku malah kepikiran kucing tetangga yang kemarin terlindas mobil gara-gara dikejar sama anjingku”

“Kemudian apa lagi…”

“Ya itu tadi mas, sudah sejam duduk di depan komputer, tidak ada satupun yang kuketik di blogku”, peserta pelatihan mulai mengganti senyumnya dengan ketawa tergelak-gelak

“Jadi selain melihat foto, apalagi yang mbak Aini kerjakan?”, Ismail sambil menahan senyum terus mencoba berinteraksi pada Aini. Ini memang tugas pokok seorang instruktur, melakukan komunikasi dua arah yang intens, sehingga semua peserta, tanpa kecuali, merasa dihargai.

“Kebanykan ya melihat foto itu mas. Malah jadi cekikikan sendiri, karena jadi inget kejadian yang lain”

“Apa itu misalnya..?”

“Misalnya waktu lihat foto ayamku, malah jadi inget ketika makan ayam goreng tulang lunak. Waktu itu kita rebutan sampai nasinya tumpah kemana-mana”, Aini menjawab pertanyaan Ismail dengan senyum simpulnya.

Meledaklah kelas itu mendengar gaya Aini menjawab pertanyaan Ismail. Lugas dan lugu.

Setelah kelas mereda, maka Ismail kembali ke depan kelas dan bertanya pada para peserta pelatihan.

“Ada yang bisa bantu mbak Aini menulis blog. Silahkan tunjuk jari dan sampaikan idenya untuk mbak Aini”

Para peserta pelatihan yang masih tertawa geli saling bersahutan menyampaikan saran tapi tidak didengarkan oleh Ismail, karena Ismail ingin ada ynag mengacungkan jari tangan.

Akhirnya Ajizlah yang mengacungkan tangan.

“Wow… blogger cilik mau ngasih ide? Tepuk tangan semua untuk adik cilik ini”, Ismail kelihatan senang karena yang mengacungkan jari justru adalah seorang anak-anak.

“Tepuk tangan sekali lagi buat mas …AJIZ!”

“Oke mas, apa idenya?”

Dengan mata beningnya, Ajiz menjawab,”Mbak Aini cukup menulis apa yang diceritakan pada pak Ismail tadi dalam blognya”

Pak Dhe tersenyum simpul di samping Ajiz. Luar biasa anak kecil ini. Suatu ide yang biasa-biasa saja, tapi jadi bermakna karena disampaikan dalam forum yang pesertanya sebagian besar orang yang sudah dewasa.

Ajiz telah menunjukkan dirinya sebagai seorang anak kecil dengan hati yang bening dan semangat yang tak kenal padam. Selalu menyala biarpun hari sudah sore.

Pelatihan blog hari ini membuat pak Dhe kembali bersyukur telah diberi hari yang hebat oleh Sang Maha Kasih.

=======
Artikel terkait.
Caraku menulis Blog [1] : Menulis dan teruslah menulis
Caraku menulis Blog [2] : Saat Kehabisan Ide
Blog Anak Klas 3 SD
Tips belajar ngeblog
Dandani Blogmu Sebelum Datang Tamumu
Caraku menulis blog [4]

Khalid memilih PS [11]

“Akhirnya aku punya pilihan nih, PRABOWO GERINDRA”, kata Khalid saat kumpul-kumpul makan siang di kantin.

“Lho?”, Udin yang baru menyeruput minuman jadi membatalkan minumnya.

Iya mas Udin, Prabowo sudah makin dekat dengan kita nih. Dia udah ngeblog“, kata Khalid dengan penuh semangat.

Bukannya kemarin baru saja mendukung Deddy Mizwar? Kok kayak esuk dele sore tempe mas Khalid?“, sahut Anang yang ikut penasaran.

“Ternyata Deddy nggak punya blog jadi saya putuskan memilih Prabowo saja”, kata Khalid enteng.

“Emang apa kelebihan capres yang blogger dibanding yang nggak blogger mas?”, Anang terus bertanya.

“JK juga ngeblog lho mas? Jadi yang jadi presiden yang mana mas? JK atau PS?”, Udin mencoba menggoda.

“Sebenarnya mas Khalid ini kader PKS atau kader non partai sih?”, yang lain ikut bertanya sehingga membuat Khalid bingung mau menjawab pertanyaan yang mana.

Akhirnya setelah menenangkan diri sambil menghabiskan satu suapan, Khalid menjawab,”Tak klarifikasi ya, pertama aku bukan kader PKS, aku cuma simpatisan saja, jadi boleh dong berbeda pendapat dengan PKS”

Khalid diam sejenak, melihat reaksi kawan-kawan yang semeja dengan dia, kemudian melanjutkan.

“Kedua, aku anggap blogger adalah seorang penulis yang menyuarakan hal baik dan benar untuk orang baik dengan cara yang baik, jadi aku selalu respek terhadap mereka yang suka berbagi ilmu tanpa pernah mengharap balasan”

“Mas ada blogger yang ditangkap …”, Anang langsung menyahut, tapi belum selesai ngomongnya sudah dipotong oleh Khalid.

“Tunggu dulu Nang, tak selesaikan dulu pernyataanku…”

Setelah melihat kawan-kawannya melanjutkan suapan masing-masing, Khalid melanjutkan.

“Deddy Mizwar ternyata kurang didukung oleh para sahabatnya. Mereka lebih suka Deddy sebagai Jendral Naga Bonar dibanding sebagai capres. Mereka juga lebih suka melihat Deddy memperbanyak sinetron ruhani, agar bangsa ini tercerahkan dan tidak tenggelam dalam sinetron hantu atau sinetron remaja yang menjual mimpi-mimpi”

“Jadi aku tidak esuk dele sore tempe. Semuanya melalui pemikiran yang mendalam. Aku sampai sholat malam untuk memutuskan hal ini”

Ketika semua orang tetap diam sambil menyelesaikan makan mereka, Udin mulai bertanya lagi,”Terus soal JK dan PS yang sama-sama jadi blogger, yang mana yang jadi presiden?”

“Nah ini bedanya dukunganku terhadap PS dan JK”, senyum mengembang di bibir Khalid ketika mengucapkan hal ini.

“Aku tetap memilih PS sebagai calon presiden yang akan kucoblos di coblosan nanti”

“Contreng atau coblos mas?”, canda Udin

“JK sudah pernah jadi wapres, SBY ataupun Mega juga pernah jadi pengurus republik ini. Sebaiknya mereka istirahat ngurusin pemerintah kita dan beri kesempatan pada calon lain untuk mengurusin negara ini. Kita lihat nanti hasilnya”, Khalid terus bersemangat.

“Mas Khalid, masak ngurusin negara kok pakai coba-coba. Ini negara besar lho mas, kalau dipimpin oleh orang yang nggak jelas kan malah bisa makin nggak karu-karuan” Anang mencoba mengingatkan Khalid.

“Sudah baca belum Kompas hari Sabtu 7 Maret 2009 di kolom partai. Ada tulisan menarik tentang Muslih ZA di situ. Pemerintah kita ini sudah gagal total mengurusin negeri ini. Korupsi makin berkualitas, hutang makin menumpuk dan masih banyak lagi”, Khalid makin semangat menjawab pertanyaan Anang.

“Lah itu kan iklan mas? Belum tentu yang dibilang pak MZA itu bener lho.Pemerintah kita saat ini gak jelek-jelek amat kok. Akupun masih memilih SBY sebagai capres 2009 ini“, Adul yang dari tadi diem rupanya mulai terusik.

“Oke-oke, aku baca Kompas hari ini dan aku salut dengan partainya mas MZA yang lebih suka kampanye dengan model door to door dan tidak mengotori jalan-jalan dengan baliho ataupun poster-poster caleg yang bikin eneg, tapi kita kembali ke topik Prabowo saja ya…”, sahut Anang

Inget pesen pak Dhe, kita boleh berbeda pendapat tapi jangan sampai membiarkan partai ini membuat kita menjadi terkotak-kotak“, Khalid makin tersenyum ketika menyuarakan pesen pak Dhe ini.

“He..he..he.. mas Khalid lho yang memulai”

“Kau yang mulai kau yang mengakhiri, kau yang berjanji ….”

“Kau yang mengingkari……”

Merekapun melanjutkan acara makan siang itu dengan tetap tersenyum. Perdebatan partai hari ini tidak jadi memanas karena telah diakhiri sebelum mulai tersiram minyak emosi. Seperti biasa, tak ada kesimpulan dari diskusi di kantin ini, karena kesimpulan sudah ada di masing-masing peserta diskusi.

Setengah berbisik Khalid berkata pada Udin,”partainya mas MZA kayaknya bagus juga ya, fokus pada ekonomi rakyat dan tidak gembar gembor kesana-kemari”

Tanpa berbisik, Udinpun menjawab,”Pembicaraan partai sudah tutup, jadi kita ke mushola dulu aja yuk. He..he..he.. aku belum sholat je…”

“Oh ya… sudah baca blognya mas eshape belum? Di pollingnya Golput bisa 25% lho. Jangan-jangan kita asyik berdiskusi tentang partai tapi gak ada yang datang di bilik suara”

Tertawa berderai di kantin dan obrolan para politikus klas kantin itupun berakhir.


Merokok [gak] Haram kan? [10]


“Pak Dhe, sebenarnya merokok itu haram nggak sih?”, pertanyaan Udin langsung menuju sasaran. Pak Dhe yang sedang mengeluarkan sebungkus rokok jadi tersenyum.

“Iya pak Dhe, fatwa MUI bahwa merokok itu haram telah merugikan warung mbok Sastro. Sekarang orang pada mikir kalau mau beli rokok disitu”, timpal Khalid.

“Tahu nggak pak Dhe, pak Kiai Sudrun yang tinggal di depan warung mbok Sastro sekarang jadi galak banget gara-gara keluarnya fatwa haram merokok itu”, kata Udin mendukung pernyataan Khalid.

“Kemarin seorang anak kecil ditempeleng tuh ama pak Kiai, gara-gara dia beli rokok di warung dan langsung disulut di depan pak Kiai”, kata Udin melanjutkan.

“Memang kalian dengar fatwa MUI itu darimana?”. Pak Dhe sambil tetap tersenyum mulai ganti bertanya.

“Iya pak Dhe, semua orang sudah tahu itu. Gak perlu tahu darimana berita itu berasal.Berita itu sudah menjadi milik publik pak Dhe”, jawab Udin.

“Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan rokok bagi anak, ibu hamil dan di tempat umum. Apa benar begitu?”, kata pak Dhe.

“Iya ‘kali pak Dhe. Aku juga cuma dengar-dengar kok”, jawab Khalid.

“Nah, apa salahnya dengan fatwa itu? Kalau memang ada salahnya, mari kita luruskan”, kata pak Dhe sambil membolak-balik kotak rokoknya.

“Merokok dan tidak merokok adalah hak individu seseorang. Begitu juga hak tubuh terhadap kesehatan. Seorang anak yang merokok jelas tidak jelas manfaatnya”, kata pak Dhe melucu, tapi Udin dan Khalid tidak menangkap kelucuan itu.

Mereka terlalu serius mendengar jawaban pak Dhe. Apalagi ketika pak Dhe mulai bercerita tentang manfaat dan mudharat rokok, maka merekapun manggut-manggut.

“Saat ini rokok telah banyak mendatangkan pendapatan bagi negara, demikian juga memberikan kontribusi ketidak sehatan pada para perokok, baik pasif maupun aktif.”

“Banyak orang menggantungkan hidupnya pada rokok dan begitu juga banyak orang yang menyerahkan nyawanya untuk rokok”

“Pak Dhe dulu perokok juga, tapi sekarang aku cukup memegang bungkus rokok saja sudah puas. Jadi mari kita puaskan diri dengan hal-hal yang tidak merugikan diri sendiri maupun -apalagi- orang lain. Mari kita dukung segala usaha untuk memperbaiki kualitas hidup kita maupun kualitas lingkungan kita”

“Tapi sebenarnya merokok itu gak haram kan pak Dhe?” tiba-tiba Edi nimbrung.

“He..he…he… kamu masih merokok ya Ed? Memang di Al Quran tidak ada ayat yang menunjukkan secara jelas bahwa merokok itu haram. Jadi kalau kamu memakai dasar itu sebagai pembenaranmu untuk merokok, ya silahkan saja. Kalau kamu hanya sampai tingkat makruh, ya yakinilah kalau itu adalah pendapat yang benar”

“Seorang ulama yang memutuskan bahwa merokok itu makruh tentu harus dihargai. Ilmunya yang tinggi tentu sudah dipakainya untuk dasar mengeluarkan fartwa merokok itu makruh atau haram. Jadi kita ikut aliran yang menurut kita paling benar saja, kecuali kalau kalian memang berniat jadi ulama, sehingga punya cukup ilmu untuk menentukan makruh atau haram”

“Jadi silahkan tentukan sendiri merokok itu boleh, makruh atau haram. Aku mau wudhu dulu”, pak Dhepun ngeloyor meninggalkan diskusi itu.

“Jadi Rokok gak haram pak Dhe?”, Edi masih mengejar pak Dhe dengan pertanyaannya.

“It’s up to you”, kata pak Dhe sambil tersenyum.

“Kalau pendapat pak Dhe sendiri?”, penasaran, Udinpun ikut mengejar pak Dhe dengan pertanyaannya.

“Aku sudah tidak merokok karena melihat manfaat dan mudharat merokok itu terhadap diriku dan lingkunganku. jadi aku tidak sepakat kalau ada orang yang menganjurkan merokok agar pajak negara makin tinggi”, pak Dhe menjawab sambil terus menuju tempat wudhu.

“Ihh… kali ini pak Dhe muter-muter ya njawabnya. Menurutku pak Dhe pasti menganggap merokok itu haram dan mengharap para pekerja yang bekerja di pabrik rokok untuk cari pekerjaan lain.Iya kan pak Dhe?” Udin terus mengejar pak Dhe yang sudah sampai ke tempat wudhu.

“Sudah adzan tuh, ayuk wudhu”, ajak pak Dhe, sambil mengambil air wudhu

Siang itu, sehabis sholat Dhuhur, di depan mushola, para pecinta rokok terus berdebat dengan mereka yang anti rokok.

Sementara itu pak Dhe memasang stiker “No Smoking” di kaca mushola.

sumber gambar disini dan disini

Pak Dhe : Rejeki Halal [9]

“Horeee…. aku dapet seribu lagi…”, suara Ajiz menyambut kedatangan pak Dhe

“Hahahahaha….. apa lagi ini?”, tergelak pak Dhe menerima pelukan dari Ajiz, ponakannya yang lucu dan imut-imut.

“Iya pak Dhe, aku tadi siang dapet seribu lagi dari penggemarku..”, suara bening Ajiz begitu nyaman di telinga pak Dhe.

“Ayo, coba ceritain gimana dapet duitnya”, sambil menurunkan Ajiz dari bopongan pak Dhe mengajak Ajiz ke ruang tamu.

“Yang pertama, Ajiz sudah pastikan kalau ini halal!”, Ajiz mulai bercerita dengan semangat.

“Lalu?”

“Nah, tadi siang, saat istirahat sekolah, aku menggambar cerita di buku tulisku. Kawan-kawanku juga ikut nggambar di buku masing-masing”

“Terus…”

“Nah, akhirnya kawan-kawanku kehabisan ide. Kemudian mereka mendekatiku dan melihat gambar-gambar yang kubuat di buku tulisku”

“….”

“Nah, Lutfi minta aku gambar lagi yang lain. Akupun menawarkan pada Lutfi, gambar apa yang dia mau, kemudian kugambar permintaannya. Eh habis itu dia ngasih aku uang seribu”

“Terus….?”

“Ya kupakai jajan uang itu. Habis aku lapar banget dan gak bawa uang jajan”

Pak Dhe tertawa terpingkal-pingkal ketika Ajiz menunjukkan gambar-gambar di buku tulisnya. Gambar-gambar yang tidak beraturan letak dan bentuknya itu, ternyata ketika “dibaca” oleh Ajiz menjadi suatu rangkaian cerita yang sangat menarik.

Itu adalah cerita gambaran kejadian sehar-hari dengan tambahan fantasi yang diambil dari film ataupun TV.

“Pak Dhe… Nanti kalau pemilihan capres, pak Dhe milih siapa?”

Halah…

Ini lagi. Anak kecil kok sudah mikir pemilu. Darimana mereka pada kesengsem dengan Pemilu. Mengapa sih iklan pemilu ada dimana-mana, sehingga yang tidak dibidikpun ikut terbawa dalam arus pemilu ini.

“Pak Dhe milih yang paling baik nak”

“Siapa yang paling baik, pak Dhe?”

“Tuhan..!”

Ajiz memukul pundak pak Dhe yang ngeloyor menuju kamar mandi.

Saat menutup pintu kamar mandi, masih sempat pak Dhe mendengar suara Ajiz.

“Besok minta uang jajan sekolah ya pak Dhe. Biar kalau dapet duit lagi, bisa dimasukkan ke infak”

Sambil mengguyurkan air di tubuhnya, pak Dhe asyik melamun.

Ternyata masalah halal sudah menjadi dasar semua kegiatan yang dilakukan oleh Ajiz. Ini persis yang disampaikan oleh kawannya beberapa hari lalu. Pak Muslim, kawan pak Dhe itu, dengan tegas menolak adanya uang suap dalam bisnisnya.

Risiko kehilangan order sudah disiapkan pak Muslim karena tidak adanya “uang suap” dalam melicinkan order yang dia terima.

Yang meminta uang suap juga sangat menyesalkan sikap pak Muslim. Uang suap yang hanya beberapa ratus ribu rupiah sangat tidak sebanding dengan nilai orderan yang ratusan juta rupiah, tapi ternyata pak Muslim tetap “kekeh”, teguh dengan pendiriannya.

Ada suap, bisnis putus, tak ada uang suap, mari kita lanjutkan [bukan lanutan].

Ternyata orderan yang diproses pak Muslim sukses. Yang meminta uang suap dari pak Muslim agaknya terkesan dengan sikap pak Muslim dan terus memproses orderan itu.

Di akhir proses transaksi, pak Muslim menyumbang dana pembangunan fasum di tempat sang peminta uang suap dengan jumlah yang berlipat-lipat dibanding jumlah uang suap.

Merekapun saling berpelukan, mensyukuri pertemanan yang hampir saja hilang gara-gara uang suap.

Pak Dhe, calegku kalah! Alhamdulillah [7]

“Calegmu kalah ya Din?”, kata Khalid ketika ngobrol di kantin kantor.

“Iya tuh. Alhamdulillah”, jawab Udin cengar cengir seperti biasanya.

“Kok alhamdulillah? Gak takut dikemplang sama partaimu?”

“Aku tuh dari dulu sudah nyadar, kalau partaiku itu ada yang nggak pas, tapi setiap aku kritisi hal itu, selalu saja aku dicap sebagai provokator. Sekarang jadi jelas semua kan. Coba kalau ternyata partaiku menang, padahal ada yang nggak pas, pasti ujung-ujungnya Indonesia yang akan rugi. Bagaimana tidak rugi kalau negeri ini dikelola oleh wakil-wakil rakyat yang tidak pas. Nah, gimana pendapatmu mas Khalid, hayo?”

“Jalan pikiranmu kok aneh mas Din…”

“Dimana anehnya?”

“Perhitungan suara belum selesai, yang terlihat kalah sudah mulai protes disana-sini, lha mas DIn kok malah bersyukur, apa tidak aneh itu?”

“Ini pembelajaran politik mas Khalid”

“Kita harus menyiapkan diri kita untuk menang maupun kalah. Kalau menang, segera siapkan mental untuk mengelola negara ini dnegan baik dan benar. Ingat mas Khalid, dengan baik dan benar, jangan hanya baik saja atau benar saja, harus dua-duanya”

Khalid terus mendengarkan ceramah gratis dari Udin.

“Begitu juga yang kalah, harus siap untuk mendukung yang menang, jangan malah bikin protes kesana-kemari. Inget juga, jadi oposisi itu juga bukan artinya tidak mendukung pemerintah lho mas Khalid”

“Oposisi yang baik adalah menunjukkan kelemahan sang pengelola negara dan memberikan solusinya, jadi bukan hanya berkoar kesana-kemari menjelek-njelekkan pemerintah”

“Wah… mas Udin dapet dari mana tuh ilmunya”, Khalid mulai bertanya karena “risi” dengan jawaban Udin

“Halah… ini ilmu kacangan saja. Ilmunya orang awam. Bila kita siap menang, maka kita juga harus siap kalah”

“Be a good winner or good looser”, kata Udin sambil ngeloyor pergi

Solusi Pak Dhe [4]

“Kita tidak bisa menunggu Obama ngomong dulu, baru bergerak pak Dhe. Ini sudah sangat darurat. Tidak bisa ditunda-tunda lagi”, begitu kata Andre berapi-api pada Pak Dhe.

“Tidak bisa. Kita perlu memastikan dulu pendapat Obama tentang masalah Palestina. Selain itu kita juga perlu tahu apa yang dibutuhkan Palestina saat ini”, sergah Khalid sebelum pak Dhe menjawab pernyataan Andre.

“Lho apa belum cukup jelas. Tidakkah mas Khalid merasakan betapa bergetarnya bumi Allah ini di hari Jumat kemarin. Hampir semua masjid melantunkan doa qunut dan setelah itu setiap saat, setiap waktu doa-doa umat Islam makin bertambah dan terus bertambah, sehingga bumi dan isinya ini makin bergetar oleh lantunan doa kita?”

“Sabar…sabar mas Andre dan mas Khalid. Kita kesini kan mau diskusi sama pak Dhe. Lha kok malah berantem sendiri sebelum pak Dhe sempat berkomentar”, Udin mencoba menengahi.

Seperti tersadar dari mimpi buruk, Andre dan Khalid sama-sama beristighfar. Merekapun bersalaman dan seperti hampir menangis ketika akhirnya salaman itu berubah menjadi pelukan persaudaraan.

“Yuk.. siapa yang mau bercerita duluan”, pak Dhe mencairkan suasana dengan tawaran berbicara duluan.

Udinpun dengan lancar menceritakan hasil pertemuan mereka dengan pimpinan pabrik.

Intinya mereka ingin ikut demo dan bila memungkinkan minta ijin untuk ikut menjadi relawan dan berjihad ke Palestina, sementara sebagian dari mereka ternyata lebih memilih megirim doa saja dan tetap bekerja di pabrik.

Awalnya, sebenarnya mereka hanya ingin minta ijin untuk melakukan demo saja, tetapi ketika pimpinan pabrik meperbolehkan mereka, maka diskusi tersebut melebar sampai ke jihad ke palestina.

Akhirnya terbentuk dua kubu yang sama-sama ngotot mempertahankan argumentasinya. Sampai pimpinan pabrik meninggalkan ruang diskusi, mereka masih belum sepakat, sehingga terpikir oleh mereka untuk melakukan diskusi di mushola saja, biasanya ada pak Dhe yang suka memberi solusi.

Kelompok yang ingin menjadi relawan ini begitu ngotot ingin menyelesaikan masalah ini pada hari ini juga.

“Pak Dhe, Palestina sudah lelah. Mereka perlu suntikan tenaga kita”, begitu kata Andre ketika pak Dhe memintanya untuk berbicara.

“Sebentar lagi demo akan makin merebak dan membuat para pimpinan negara Islam berubah pendiriannya. Mereka yang tadinya ragu-ragu membantu Palestina akan berubah menjadi sangat mendukung. Kitapun ramai-ramai memboikot Israel, Amerika dan sekutunya. habislah Israel dan sekutunya pak Dhe. Itu tidak lama lagi”,kata Andre yakin.

“Dan kita ingin ikut menjadi saksi peritiwa itu langsung di Palestina!”

“Darimana kamu dapat “wangsit” itu Ndre?”, kata pak Dhe sambil tersenyum sabar.

“Pak Dhe inget firman Allah di katab Allah?”, kata Andre

“Berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah beserta orang orang yang sabar (istiqomah).” kata Khalid.

“Nah, kami yakin pertolongan Allah segera tiba. Yang penting dukungan kita dengan doa agar rakyat Palestina sabar”, tambah Andre.

“Hmmm jadi sebenarnya dimana yang dipertentangkan antara kalain?”, kata pak Dhe.

“Kelihatannya kalian saling mendukung. Yang mau pergi ke Palestina kita hormati dan kita dukung agar niatnya tulus ikhlas dan diterima Allah swt. Yang pingin kirim doa saja, karena mempunyai kendala untuk menjadi relawan ke Palestina, silahkan kirim doa sebanyak-banyaknya”

“Yang penting adalah yang ada di hati kalian. Suara hati itulah yang perlu dibaca dengan baik dan diterjemahkan dalam tindakan yang baik dan benar”

“Lihat kemampuan diri kalian, lihat kendala yang ada, lihat manfaat dan mudaratnya kemudian tetapkan tekad untuk melakukan yang kalian mampu dengan ikhlas”

Andre, Udin dan Khalid saling berpandangan. Mereka bingung sendiri, mengapa di ruang rapat pabrik mereka begitu kukuh dengan pendiriannya dan saling menegangkan urat leher ketika beradu pendapat, sementara menurut pak Dhe tidak ada perbedaan di antara mereka.

“Udah mau Dhuhur pak Dhe. Kunci mikenya dimana ya?”, kata Amir memecahkan kebisuan diskusi.

Siang itu merekapun sholat dengan doa yang lebih panjang dibanding biasanya. Semoga rakyat Palestina tetap menjadikan sabar dan sholat sebagai penolongnya. Sesungguhnya pertolongan itu akan segera datang bila memang sudah tiba masanya.

Insya Allah, Tuhan mempercepat pertolonganNya.