Kegelisahan Pak Dhe [3]

Nama-nama yang tertulis dalam daftar pekerja yang akan di-PHK sangat dikenal pak Dhe. Merekalah aktifis Mushola pabrik ini. Lalu, kenapa mereka yang aktif memakmurkan Mushola ini justru yang namanya masuk dalam daftar pekerja yang akan di-PHK?

Memang pabrik ini sedang kelebihan tenaga kerja, tetapi apa harus dengan mengorbankan para anak muda yang begitu giat mengisi kegiatan di mushola ini?

Bukankah ustadz Ilham yang sering ceramah di Mushola ini, selalu mengatakan bahwa akhlaq seorang muslim merupakan cerminan dari aqidahnya, dan orang yang akhlaqnya mulia, insya Allah prestasi kerjanya juga baik, karena dia bekerja buat Tuhannya, bukan untuk mencari pujian dari hamba Allah yang lain.

Bekerja untuk Tuhan, artinya kita akan memberikan yang terbaik yang dimiliki agar hasil kerja kita paling optimal.

Lalu kenapa para pekerja yang rajin ke Mushola ini malah kinerjanya [dianggap] kurang baik dan malah akan segera di-PHK?

Dimana salahnya?

“Assalamu’alaikum”, sapa seseorang membuyarkan lamunan pak Dhe.

“Wa’alaikum salam. Lho…. pak Anton, lama tidak ketemu pak. Dimana saja?”

“Wah, pak Dhe kangen juga ya sama aku. Iya nih, aku juga kangen sama pak Dhe”, jawab pak Anton dengan senyum khasnya.

Senyum itu sungguh khas, hanya milik Anton. Nama lengkapnya Antonius, nama yang aneh bagi telinga pak Dhe, karena ternyata pak Anton ini bukan non muslim, tapi muslim tulen.

Ingatan pak Dhepun kembali meluncur di beberapa tahun lalu.

Mushola ini berdiri, antara lain adalah karena perjuangan tak kenal lelah dari seorang Anton, seorang pekerja baru yang begitu gigih menghadap ke semua pimpinan untuk merealisasikan mimpinya, “mempunyai sebuah mushola di pabrik”.

Dulunya Anton ini adalah seorang pembersih kloset yang kerjaannya luar biasa rapi dan bersih. Tak ada “aroma menyengat” di kamar mandi atau di WC selama ada Anton.

Lulusan Sekolah kejuruan ini memang tidak punya nasib baik untuk melanjutkan sekolahnya, sehingga dia terdampar di pabrik ini untuk menghidupi dirinya dan membantu meringankan beban orang tuanya.

Yang menarik adalah senyumnya yang tak pernah lepas dari bibirnya. Orangpun tak ada yang mengira betapa saat-saat itu, Anton sedang ditimpa berbagai macam cobaan dalam hidupnya.

Nasib [benarkah nasib?] yang membawa Anton selalu sholat Jumat disamping bos pabrik ini, tepat di belakang imam.

Perjalanan hidup Anton ditentukan kemudian ketika bosnya ketemu dengan kawannya, sesama bos pabrik lain, yang sedang mencari pekerja dengan satu persyaratan yaitu “jujur dan pecinta kebersihan” [ini mah dua syarat, bukan satu].

Antonpun berpindah pekerjaan dan dia diangkat sebagai staf administrasi di perusahaan kawan bosnya. Karirnya tiba-tiba melesat begitu cepat dan dalam usia muda, dia sudah menjadi manajer keuangan, hasil dari ketekunannya bekerja dan ketekunannya untuk sekolah lagi.

“Hei… pak Dhe kok malah ngelamun”, guncangan Anton di pundak pak Dhe membuyarkan lamunan itu.

Pak Dhepun tersenyum, Anton masih seperti dulu. Begitu dekat dan begitu familiar dengan siapapun.

“Tumben main ke sini Ton”

“Iya pak Dhe, mau menjemput kawan-kawan”

“Eh… emang siapa yang mau dijemput? Trus mau kemana?”

Anton tergelak menerima jawaban pak Dhe.

“Iya pak Dhe, aku jemput kawan-kawan untuk makan bersama. Aku sekarang diangkat sebagai kepala pabrik. He..he…he… Anton sablenk ini sudah jadi kepala pabrik pak Dhe. Mau syukuran pak Dhe”

Sekarang senyum Anton sudah bertambah dengan lelehan air mata di sudut matanya.

Entah siapa yang memulai, pak Dhe dan Anton saling berpelukan bak tak ingin berpisah lagi.

Tak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Yang ada hanya sesunggukan Anton di pundak pak Dhe.

Pak Dhe merasa pundaknya basah oleh air mata Anton.

Inilah cita-cita besar Anton yang dulu selalu diketawain oleh teman-temannya, dan hari ini ternyata Anton benar-benar sudah jadi kepala pabrik.

Mushola ini menjadi saksi, ketika cita-cita Anton menjadi bulan-bulanan gurauan antara para aktifis mushola. Ada yang mendoakan dan ada yang meminta Anton untuk jangan terlalu tinggi menaruh mimpi.

Mereka memang kelompok pemuda yang selalu riang dalam bekerja dan selalu mampu meluangkan waktunya untuk mengisi acara di mushola ini.

Ketika isakan Anton mulai mereda, maka pak Dhepun melepas pelukan Anton dan kertas daftar pekerja yang akan di PHK ikut terjatuh bersama lepasnya pelukan itu.

“Apa ini pak Dhe?”, tanya Anton

“Itu kawan-kawanmu dulu yang rajin mendoakanmu. Sebentar lagi mereka akan berpisah dengan pabrik ini Ton”, jawab pak Dhe lirih [dan sedikit bergetar].

“Pak Dhe tidak tahu hal ini?”

“Aku baru saja cuti panjang, jadi tidak tahu Ton. Mereka juga tidak ngabari aku. Entah hikmah apa dibalik peristiwa ini. Mereka perlu bekerja dan saat ini pekerjaan itu harus mereka lepaskan”

“Pak Dhe bener-bener tidak tahu?”

Pak Dhe tak kuasa menjawab, hanya sebuah anggukan kecil yang diberikan sebagai jawaban.

“Mereka inilah yang akan kujemput pak Dhe. Mereka akan bekerja di pabrik yang kupimpin. Hari ini kita akan makan siang di gule kepala ikan, di restoran Deli, depan bioskop itu”

Pak Dhe terganga mendengar penjelasan Anton. Benarkah yang didengarnya ini?

Apakah ini sebuah mimpi atau inilah bukti kebenaran ucapan pak Ustadz Ilham.

Pak Dhe sekarang yang ganti melelehkan air matanya. Rasanya pak Dhe merasa berdosa telah berprasangka buruk terhadap janji Allah.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila dia ditimpa kesusahan, dia berkeluh kesah. Dan apabila dia mendapat kebaikan, dia amat kikir.

“Subhanallah, hari ini kembali aku menerima pencerahan dari Allah swt melalui Anton”

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Keceriaan Pak Dhe [2]

Pak Dhe menarik nafas panjang membaca surat yang dipegangnya. Sebuah surat undangan untuk berdiskusi dengan manajemen pabrik, topiknya efisiensi pabrik.

Mulai minggu lalu, pak Dhe sudah resmi tidak masuk kerja di pabrik. Yang diingat pak Dhe, di hari terakhir kerja, saat dipanggil oleh kepala pabrik, hanya kalimat yang diterjemahkan sebagai “mulai besok bapak tidak usah masuk kerja lagi”, selain itu tidak ada lagi kalimat yang masuk dalam telinganya.

Cobaan yang begitu hebat di minggu-minggu ini membuat konsentrasi pak Dhe sangat rapuh. Rasanya imannya seperti biduk di laut lepas yang terkena hantaman badai besar. Terhempas kesana kemari, timbul tenggelam dimainkan ombak.

Kemarin Kang Udin memang memberi tahu tentang undangan itu, tetapi pak Dhe merasa sudah bukan pekerja pabrik lagi, jadi kenapa harus hadir [?].

Memang disebutkan di surat itu, bahwa pak Dhe diundang dalam kapasitasnya sebagai anggota Serikat Pekerja seksi dakwah, tapi apa masih perlu dia datang ke acara diskusi itu [?]

Siangnya, akhirnya pak Dhe memutuskan untuk datang ke pabrik. Minimal dia harus memberi klarifikasi tentang statusnya sekarang dan relevansinya dengan undangan itu.

Seminggu tidak masuk pabrik dan sekaranag, ketika kakiny amenginjak pabrik, wajah-wajah akrab yang biasa dilihatnya kembali muncul di hadapannya. Senyum renyah mereka menyambut kedatangan pak Dhe. Rasanya pak Dhe ingin mengalirkan air mata, tapi panas di matanya masih dapat ditahannya agar tidak menjadi air mata. Di dalam toilet pabrik, barulah air mata itu mengucur deras, sehingga pak Dhe harus berpura-pura wudhu untuk menghapus sisa-sisa air matanya.

Di siaran TiPi disamping kantin pabrik, pak Dhe berhenti sejenak. Berita yang ada adalah maraknya pengangguran di Amerika, sehingga ada seorang laki-laki berumur sekitar 45 tahun harus keluar dari pekerjaan dan sudah berpuluh-puluh kali dia melamar pekerjaan di tempat lain dengan hasil “nihil”.

Istri sang pegawai itu, yang tadinya hanya menjadi ibu Rumah Tangga yang baik, akhirnya ikut mencari kerja, tapi hasilnya sama saja. Fenomena itu tidak hanya terjadi pada sebuah keluarga di Amerika, tetapi terjadi di beberapa keluarga di Amerika, bahkan kondisi yang lebih parah terjadi di beberapa keluarga lainnya.

Ketika asyik noton siaran itu, pundak pak Dhe ditepuk seseorang yang baru masuk.

“Assalamu’alaikum pak Dhe”, sapanya ramah

“Wa’alaikum salam, Pak Rochmat”, terkembang senyum pak Dhe menerima pelukan Ketua Serikat Pekerja Pabrik, pak Rochmat.

Keduanyapun akhirnya asyik berbincang tentang segala hal, sehingga akhirnya sampai ke acara diskusi yang akan dilaksanakan sehabis sholat Dhuhur nanti.

“Kenapa sih aku masih diundang diskusi pak?”

“Lha kan pak Dhe yang mengusulkan diskusi ini bulan lalu dan manajemen akhirnya menyetujui setelah kujelaskan dengan data yang ada”

“Iya memang, tapi aku kan bukan pekerja pabrik lagi”

“Halah…. isu darimana itu?”, kaget pak Rochmat menjawab.

“Pak Abu, kepala Pabrik”

“Astaghfirullah. Sebegitu kejamnya dia sama pak Dhe ya? Alhamdulillah, pak Dhe masih mau datang kesini, jadi bisa kujelaskan duduk perkaranya”

Pak Dhe tidak bisa berkata-kata lagi ketika dia tahu bahwa sebenarnya dia hanya diminta untuk cuti selama sebulan, karena sudah bertahun-tahun pak Dhe tidak pernah mengambil cuti. Pak Dhe terlalu bertanggung jawab dengan pekerjaannya, sehingga cutipun tidak pernah diambilnya.

Yang selalu diambilnya hanyalah libur di tanggal merah saja, itupun kadang masih disempatkan pak Dhe untuk melihat-lihat pabrik.

Temuan pak Dhe tentang tidak efisiennya proses pekerjaan di pabrik rupanya telah membuat berang Kepala Pabrik, sehingga keputusan manajemen berdasar usulan Serikat Pekerja diplintirnya menjadi pemutusan hubungan kerja.

“Pak Abu sudah dipindah ke pabrik kita yang lain dan pak Dhe masih pekerja di pabrik ini. Gitu ceritanya”

Subhanallah, begitulah Allah mengatur roda kehidupan ini. Pak Abu yang telah terpesona oleh kehidupan dunia rupanya telah menjadi gelap mata dan mau melakukan apa saja untuk mencari kesenangan di dunia. Pak Abu telah lupa akan semua petunjuk yang ada di Kitab Allah.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.

Hari ini pak Dhe kembali mendapat pelajaran, betapa rapuhnya insan manusia itu dan betapa berkuasanya sang Maha Pencipta.
…..

.

Kesedihan Pak Dhe [1]

Pak Dhe begitu sedih mendengar berita pemecatan dirinya, sampai-sampai dia nggak bisa berkata-kata lagi. Krisis keuangan yang berkepanjangan telah membuat pabrik terpaksa mengurangi pekerjanya dan seorang satpam terpaksa dicoret dari daftar pekerja.

Pak Dhe dipilih karena telah cukup lama bekerja di pabrik dan manajemen memandang yang muda yang lebih diperlukan untuk menjaga pabrik. Lebih awas, lebih cekatan dan lebih murah gajinya.

Pihak manajemen tidak pernah berfikir kalau pak Dhe baru saja ditimpa berita yang membuat pak Dhe gemetaran. Istrinya baru saja dipecat juga dari pabrik yang lain dan anaknya baru saja mengajukan angka rupiah yang harus dipenuhinya pada minggu ini.

Semua itu masih ditambah pemilik kontrakan yang juga datang untuk menagih uang sewa yang telah beberapa bulan tidak dibayarnya.

Semakin lengkap penderitaan itu, ketika sepeda motor satu-satunya ditabrak angkot dan anaknya masuk rumah sakit. Sebegitu tegakah Tuhan telah memberikan cobaan yang begitu berat dan beruntun padanya.

Pak Dhe yang biasanya selalu bersemangat di situasi apapun pulang ke rumah dengan loyo. Hilang sudah keceriaan di wajahnya. Nasehat-nasehat yang biasa diberikan pada sahabat-sahabatnya yang tertimpa kesedihan tidak dapat diucapkannya untuk dirinya sendiri.

Dulu dia paling sering membacakan ayat-ayat Tuhan di depan sahabat-sahabatnya yang sedang menerima cobaan Allah.

“Dan Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Diapun berdoa, agar diamini oleh sahabatnya.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya… ”

Sekarang ketika cobaan itu datang menimpanya. Ternyata pak Dhe hanya sendirian menerimanya. Tidak ada sahabat yang membacakan ayat itu padanya.

Sebelum sampai ke rumah, pak Dhe mampir ke masjid. Tugasnya sebagai anggota Badan Kemakmuran Masjid membawa langkahnya masuk ke masjid.

Seperti kebiasaan yang selalu dijalaninya, maka langkah kakinyapun langsung menuju tempat wudhu dan air wudhupun membasahi wajah pak Dhe.

Tiba-tiba pak Dhe seperti tersadar. Ada suatu rasa di lubuk hatinya yang tiba-tiba menyeruak dari hatinya yang paling dalam. Rasa yang dari tadi ingin keluar tapi tertutup oleh kesedihan yang tidak terkira.

Perlahan, senyum pak Dhe muncul kembali. Dipandanginya masjid kesayangannya itu. Inilah rumah Allah, dimana pak Dhe mengabdikan dirinya secara utuh sebagai penjaganya.

Semangat hidup pak Dhe kembali muncul. Iapun jadi ingat semua kisah-kisah yang ada dalam Al Quran. Senyum pak Dhe makin mengembang ketika bertemu dengan salah satu jamaah di masjid itu.

Ditepuknya pundak jamaah itu sambil menebar senyum khasnya. Selepas sholat untuk “menghormati masjid”, mereka berdua terlihat asyik bercengkerama sambil menanti waktu sholat wajib tiba.

Wajah pak Dhe makin merekah ketika waktu sholat wajib mulai mendekat, dilihatnya anak istrinya mendatangi masjid untuk ikut sholat jamaah. Mereka datang dengan penuh senyum, seolah tak ada kesedihan di keluarga pak Dhe.

Anak istri pak Dhe memang telah terbiasa dengan kesulitan hidup dan nasehat-nasehat pak Dhe yang tak pernah putus membuat mereka selalu tegar menghadapi hidup ini. Pak Dhe jadi tersenyum sendiri melihat senyum anak istrinya.

“Pak, motornya sudah diperbaiki sama Miun, katanya gak usah bayar gak apa-apa. Mereka maklum kok”, kata istrinya.

Pak Dhe tersenyum sambil manggut-manggut.
“Alhamdulillah”

“Santi juga sudah keluar dari rumah sakit. Dokternya si Jupri, anaknya bang Tohir, jadi gak usah bayar juga. Nanti akan pulang dari rumah sakit bareng sama dia”

“Alhamdulillah. Rupanya Jupri jadi pindah ke rumah sakit itu ya”

“Iya bang. Malah tadi Wak Ute juga datang. Dia mau ngembalikan hutang yang sudah terlalu lama dia pinjam, katanya.”

“Wak Ute?”

“Iya bang, memang sudah lama banget. Sekarang dia udah jadi orang kaya beneran dan dia sudah lamaaa banget nyari-nyari kita, tapi gak pernah ketemu. Dia seneng dapat menemukan kita untuk membayar hutangnya, terutama membayar hutang budi sama kita. Berkat pinjaman dari bapak dulu yang membuat Wak Ute jadi kaya”

Mata pak Dhe mulai berkaca-kaca. Belum habis doanya, dan Tuhan sudah mengirimkan malaikatnya untuk memberikan kedamaian pada keluarganya.

“Kang Asep juga datang bareng Wak Ute. Ternyata rumah yang kita tinggali itu rumah Wak Ute bang, jadi kata Wak Ute, pakai saja terus rumah itu. Soal sewa nggak usah dipikirin lagi”

“Alhamdulillah”, tanpa terasa pak Dhe bersujud. Bersyukur atas segala nikmat yang datang tanpa disangka-sangka dan dari arah yang tidak dia duga sama sekali.

Gunung kesedihan yang mulai dilepas saat air wudhu membasahi wajahnya telah hilang sirna. Tidak ada bekasnya sedikitpun.

Meski masih ada gunung-gunung kecil dan bukit-bukit terjal yang membentang di hadapannya, pak Dhe sudah tidak sedih lagi. Keyakinan akan kasih Allah membuat pak Dhe naik kelas. Ujian yang dihadapinya, kali ini, telah dilaluinya dengan baik.

Ke depan masih ada ujian yang lebih berat, tapi pak Dhe sekeluarga yakin, bersama Allah, semua ujian ataupun cobaan akan dapat dilalui dengan baik.

Benarlah semua isi kitab Allah, tidak ada keragu-raguan di dalamnya. Semua mengajarkan bagaimana menghadapi hidup ini dengan senyum, sabar dan ikhlas.

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Kitab Allah itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”

…..

.

Dongeng Pak Dhe : Kata Hantar

Berkat adanya Mastermind Cikarang, maka beberapa ide yang dulu selalu mengendap dalam alam bawah sadar, satu demi satu mulai muncul ke permukaan.

Sungguh sinergi yang luar biasa dari para anggota Mastermind Cikarang ini. Pada muaranya, syukur alhamdulillah kupanjatkan apda Allah swt serta terima kasih pada Komunitas TDA yang membuat semua ini bsia terjadi.

Blog ini kudedikasikan pada penggemar cerita pak Dhe yang sering kujadikan tokoh sentral dalam tulisan-tulisanku. Mungkin ada sedikit terinspirasi oleh Dongeng Geologi dari pak Dhe RDP, meskipun pak Dhe dalam tokohku sama sekali bukan Pak Dhe RDP, yang belum pernah kutemui secara fisik, tapi banyak membantuku dalam melakukan penggalian materi blogku.

Terima kasih buat semua teman-teman yang sudah terasa lebih dari sahabat, meskipun mungkin kita belum pernah ketemu secara fisik.

Bagi pembaca setia blogku di wordpress, mungkin akan melihat beberapa artikel yang sama persis, karena memang aku mulai mengumpulkan kembali semua cerita yang berhubungan dengan pak Dhe, sejak awal aku menulis dan tersebar di beberapa blogku.

Selamat menikmati dan mohon masukannya.